Pemberitaan SiaR pada Jumat 10 September 1999 mengejutkan publik. Siar memberitakan bahwa kesaksian Rudy Ramli pada Kamis, 9 September 1999 membuat pemerintahan Habibie kalang kabut. Menurut penuturan Rudy Ramli skandal Bank Bali terkait sebanyak 950 Milyar terkait dengan pencalonan kembali Habibie menjadi Presiden.
Siar menyebutkan bahwa ketika itu beredar luas ke masyarakat catatan harian Rudy Ramli yang menyebutkan pertemuannya dengan beberapa pejabat tinggi negara, membahas kasus pencairan dana Bank Bali Rp 950 milyar. Selain Dirut PT EGP Setya Novanto dan Djoko S Tjandra, tersebut dalam catatan harian Rudy adalah Timmy Habibie, Hariman Siregar, Marimutu Manimaren, AA Baramuli, Tanri Abeng dan bahkan presiden Habibie.
Rudy Ramli membenarkan bahwa catatan harian itu benar-benar miliknya.
Catatan harian itu tentu saja membuat kalang kabut pemerintahan Habibie. Namun belakangan Rudy membantah bahwa catatan itu miliknya. Mensesneg mengumumkan pernyataan Rudy Ramli di atas kertas bermaterai 2000 yang menyatakan bahwa ia tidak pernah membuat catatan harian seperti yang pernah diserahkan kepada Kwik Kian Gie dan Hartoyo.
Banyak dugaan muncul, Rudy mendapat tekanan dari kelompok Habibie sehingga ia membantah pernyataan dirinya sendiri.
Laporan Tempo 22 Juni 2000 setidaknya memberikan gambaran bagaimana kronologi kasus ini:
11 Februari 1999
Pertemuan Firman Soetjahja (BB), Baramuli (Ketua DPA), Tanri Abeng (Menneg P-BUMN), Syahril Sabirin (Gubernur BI), Pande Lubis (Deputi BPPN), dan Setya Novanto (Era Giat Perkasa) di Hotel Mulia untuk memuluskan klaim piutang Bank Bali (BB) di BPPN.
9 Maret 1999
Rudy mohon bantuan Mike Edward (World Bank) untuk mencegah pencairan tagihan BB.
12 Mei 1999
Rudy ke rumah Menteri Keuangan Bambang Subianto untuk minta bantuan membatalkan transaksi dengan PT EGP.
25 Mei 1999
Rudy dipanggil Menteri Bambang, dipesan mengikuti perintah Marimutu Manimaren yang akan menghubunginya besok.
26 Mei 1999
Rudy bertemu Manimaren dan Hariman Siregar di Apartemen Ascott. Ia diminta membatalkan transaksi dengan EGP (perusahaan milik Joko dan Setya). Manimaren bilang, RI-1 (Presiden Habibie) hanya butuh Rp 300 miliar. Joko menolak membatalkan transaksi. Rudy lalu bertemu Joko, Tanri, dan Baramuli di Hotel Mulia, lantai 40. Bersama Joko dan Manimaren, Rudy ke rumah Menteri Bambang. Rencana menghadap RI-1 di Patra Kuningan dibatalkan.
1 Juni 1999
Pencairan dana oleh BI. Rudy menyepi di sebuah hotel di Singapura
3 Juni 1999
Manimaren dan Hariman minta Rudy segera mentransfernya fee Rp 546 miliar ke EGP. Firman Soetjahja lalu mengirimkannya
26 Juni 1999
Rudy diberi tahu Anthony Salim bahwa transaksi itu bermasalah, dan ia disarankan menemui Timmy Habibie. Rudy menolak.
29 Juni 1999
Rudy bertemu Anthony dan Timmy Habibie ke kantor Anthony. Timmy bilang, uang yang diterima cuma Rp 200 miliar via Tanri Abeng.
Yang pasti masalah itu belum jelas dan tuntas hingga sekarang. Setya Novanto dan Habibie masih bersih, cuma Rudy yang sempat merasakan bui.
0 comments:
Post a Comment