Kurang lebih setahun lalu, Kementerian Perdagangan Republik
Indonesia sedang mengolah Peraturan Pemerintah (PP) dari Undang-Undang No. 7
Tahun 2014 tentang perdagangan melalui sistem elektronik (e-commerce) yang
ditargetkan selesai pada akhir 2014. Namun hingga kini PP yang dimaksud belum
juga dikeluarkan.
Sebagaimana diketahu e-comerce adalah suatu jenis bisnis atau
transaksi bisnis yang menggunakan internet atau teknologi berbasis jaringan
digital sebagai alat pertukaran barang atau jasa baik baik antara individu ke
individu, perusahaan ke perusahaan, perusahaan ke konsumen, konsumen ke perusahan,
atau bahkan dari pemerintah ke konsumen.
Kementerian Perdagangan mengakui mengalami kesulitan untuk
menyusun PP e-commerce ini. Kendala terbesarnya adalah mengenai besaran pajak,
objek pajak, dan siapa wajib pajaknya.
Jika tidak ditelaah dengan cermat besaran pajak e-commerce
dapat berpotensi mematikan bisnis e-commerce apalagi jika pajak tersebut
dibebankan ke konsumen.
Kendala objek pajak terletak ketika objek tersebut bukan
barang fisik melainkan data-data dalam format digital. Padahal bisnis ini
sedang berkembang sebagai salah satu contoh perkembangan aplikasi-aplikasi
berbayar yang saat ini sedang marak.
Persoalan yang mungkin susah dicari solusi adalah soal wajib
pajak sebab, sebagaimana diketahui, dalam e-comerce transaksi bisa lintas
negara. Sebagai contoh ketika seseorang di Indonesia membeli barang di Google Store, kepada siapa pajak itu akan dibebankan? Google atau konsumen?
Penerapan e-commerce juga akan mengalami kesulitan jika
diterapkan pada transaksi-transaksi antar konsumen ke konsumen atau individu ke
individu melalui forum jual beli. Sebagai contoh penerapan e-commerce pada
forum-forum jual beli di berbasis website (seperti kaskus) atau juga misalnya
forum-forum jual beli di Facebook.
Oleh karena itulah pemerintah nampaknya tidak akan segera
menerapkan PP tentang e-commerce dalam waktu dekat.
"Tidak ada pajak baru di bidang e-commerce," ujar
Wahju T Tumakaka Direktur Transformasi Proses Bisnis, Direktorat Jenderal
Pajak, Kementerian Keuangan sebagaimana dilaporkan Kompas, Rabu (27/8/2014) silam.
Karena itu pajak e-commerce tidak berbeda jauh dengan pajak
konvensional yakni Pajak Penghasilan (PPh) yang diterapkan pada tambahan
kemampuan ekonomis yang menjadi penghasilan Wajib Pajak. Selain PPh juga Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan pada penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Artinya jika
konsumen di Indonesia membeli barang dari luar negeri melalui transaksi
e-commerce maka pajak yang dibebankan adalah pajak PPh dan dan PPN saja.
0 comments:
Post a Comment